Ketika mimpimu yang begitu indah
Tak pernah terwujud
Ya sudahlah…
Saat kau berlari mengejar anganmu
Dan tak pernah sampai
Ya sudahlah…
Mungkin makna dari potongan lirik lagu tersebut yaitu
ketika kita sudah memberikan kemampuan kita yang terbaik dalam menggapai angan
kita, dan nyatanya itu tidak juga tercapai. Sudah hentikan saja usaha itu.
Sudahlah. Sudah hentikan. Tapi kapan? Kapan kita harus berhenti?
Mungkin
aku adalah orang yang ambisius dan egois. Tak memperdulikan apapun. AKU HANYA
INGIN MENJADI DOKTER. Satu kata yang sudah terpatri begitu lama pada diri ini.
Dan rasanya sudah tertancap begitu dalam sampai melukai bagian dari diriku pada
saat itu.
2012
silam, ketika pengumuman penerimaan mahasiswa baru, aku sebagai salah satu yang
lolos seleksi, seharusnya merasakan suka cita. Terlebih lagi, hanya dua orang
dari sekolahku yang lolos seleksi tersebut. Seharusnya aku bahagia seperti
kebanyakan mereka yang lolos seleksi. Menghaturkan sujud syukur dan air mata
kebahagiaan. Aku memang mengeluarkan air mata. Bukan air mata kebahagiaan dan
kelegaan seperti itu. Melainkan air mata kesedihan dan penyesalan. Karena aku
tidak lolos di jurusan impianku. Pendidikan Dokter. Atas bujuk rayu AAku, aku
pun melakukan registrasi dan secara resmi terdaftar sebagai mahasiswa baru di
jurusan farmasi suatu universitas di Jawa Barat.
Perkuliahan
kulalui dengan semangat baru sebagai maba. Menjalin persahabatan, berkenalan
dengan lingkungan kampus, bergabung dalam UKM, dan berambisi mendapat IP 4.00.
Tapi aku tak pernah merasakan diriku sepenuhnya disitu. Ketika semangat
ke-maba-anku mulai luntur dan menghilang, aku tak lagi ingin melanjutkan
kuliahku. Untuk apa kulanjutkan? Karena aku tahu dan aku merasa sudah mengenal
tujuanku. JADI DOKTER. Kuputuskan untuk mengikuti SBMPTN 2013. Tapi aku tak
ingin teman-temanku tahu. Aku tetap menyimpan impianku itu dalam kesendirian.
Karena aku takut mendapat malu apabila tidak berhasil lolos seleksi.
2013,
lagi, aku harus membasahi pipi ini dengan air mata. Bukan karena aku tidak
lolos dalam SBMPTN kala itu. Aku lolos di jurusan impianku di salah satu
universitas islam di Jakarta. Tapi, aku yang gelap mata dan berpikiran pendek
tak memikirkan masalah keuangan. Untuk registrasi membutuhkan uang dengan
nominal hampir 9 digit angka. Aku mengira, dengan tekadku yang bulat dan kuat,
semua akan teratasi. Nyatanya tidak seperti itu. Setelah ‘mengemis’ beasiswa
dan dilempar kesana kemari, aku ‘gagal’ lagi saat itu. Sampai saat ini, aku
masih mengingat dengan jelas perasaanku saat itu. Ada satu kejadian yang
membuatku merasa tertampar dan bekas tamparan itu mungkin tidak akan bisa
hilang.
Kalo emang nggak punya,
nggak usah maksain jadi dokter.
Itulah
yang terlontar dari bibir salah satu staf kementerian Agama ketika aku mengemis
beasiswa di sana. Kata-kata itu mencekikku. Memburamkan penglihatanku.
Menamparku seolah menyuruhku bangun dari mimpi sialan ini. ORANG MISKIN JANGAN
PERNAH BERMIMPI. Tapi aku menolak bangun. Aku menolak menjadi lemah. Justru
kata-kata itu seperti sebuah ninabobo yang selalu menjagaku tetap terlelap
dalam impian ini. Air mata yang jatuh bukan pertanda diri ini lemah. Tapi tekad
bulat yang semakin kuat. Setiap tetes air mata yang jatuh, justru membesarkan
kobaran api semangat ini. Aku tak peduli lagi, tahun depan AKU AKAN MENJADI
MAHASISWA KEDOKTERAN. Aku akan buktikan kepada seluruh dunia, uang bukanlah
hambatan bagi impianku yang hampir mustahil itu. Aku memang miskin harta, tapi
aku kaya akan semangat dan tekad.
Akhir
2013, aku memutuskan mengundurkan diri dari perkuliahanku di farmasi. Karena
aku tak pernah merasa menjadi aku disitu. Aku HANYA INGIN MENJADI DOKTER. Bukan
yang lain. Tak ada lagi yang kupedulikan. Aku tak lagi memikirkan pendapat
teman terhadapku. Aku tak lagi memikirkan perkataan orang lain, terkecuali
keluargaku. Reaksi mama ketika mengetahui aku mengundurkan diri adalah
menangis. Mama kecewa terhadapku dan mengatakan aku telah menghancurkan
kebanggaannya,juga menghancurkan pengharapannya. Dan selayaknya anak yang
berusaha untuk berbakti kepada orangtua, aku benci melihat air mata mama itu.
Aku benci membuatnya kecewa. itu membuatku benci terhadap impianku itu. ‘impian
sialan’ itu sudah membuat hidupku sulit dan membuat orang yang teramat kucintai
itu menangis. Tapi aku tak bisa mundur lagi. Aku sudah melangkah terlalu jauh.
Aku akan menjadi dokter. Demi mengobati kekecewaan mama. Demi mengobati harga
diri papa. Aku harus menjadi dokter. Tak peduli bagaimana caranya atau kapan
waktunya. HARUS
Sejak
saat itu, aku tak lagi hidup nyaman. Batin ini tersiksa. Pikiranku kusut. Tidur
tak pernah nyenyak. Aku merasa hidup dalam mimpi buruk yang kubuat sendiri. Aku
selalu merasa takut gagal. Karena aku tak bisa gagal. Aku tak boleh gagal. Itu
adalah titik terendah dalam hidupku. Aku membenci impainku tapi aku harus
mewujudkannya. Tak ada yang mendukungku. Semua orang, termasuk diriku sendiri,
pesimis akan terwujudnya impian ini. Kecuali satu orang, Annisa Senja Rucita,
sahabat terbaikku. Aku sangat beruntung memilikinya. Di saat aku lemah dan
gentar, dialah yang membuatku kuat dan berani. Dengan perkataannya
Aku percaya kamu pasti bisa
Itu
seperti kalimat ajaib yang membuatku bangkit dari jatuhku. Menstabilkan lututku
yang gemetar ketakutan. Akhirnya, semua berbalik menjadi lebih baik lagi. Keluargaku mendukungku sepenuhnya. Aku tak lagi mencemaskan hasil yang akan
kudapatkan. Berhasil atau gagal, aku memiliki keluarga, sahabat, dan
orang-orang yang selalu mendukungku.
Juli
2014, tibalah saat yang menentukan kehidupanku selanjutnya. Dokter atau bukan?
Alhamdulillah aku lolos SBMPTN di Pendidikan dokter Universitas Andalas dan
mendapat beastudi etos PTTEP. Ini hanyalah sebuah gerbang. Jalanku masih
panjang. Dan masih banyak hal yang harus aku lewati menuju impianku itu. Entah
jalan berduri kah? Panas matahari yang menyengatkah? Samudera kah? Tidak ada
yang tahu. Yang aku tahu, api semangat ini masih berkobar dan aku memiliki
dukungan penuh dari keluarga, sahabat, dan para 'pendukung'ku yang menjadi
sumber semangat tiada batas. Aku siap menjalani rintangan selanjutnya. Insyaa
Allah..
Yang
harus kita lakukan adalah jangan pernah menyerah. Karena ketika kita menyerah,
siapa tahu pada kesempatan berikutnyalah kita berhasil. Jangan pernah menyerah.
Sekalipun. Berjuang sampai titik darah penghabisan.
Jadi kapan kita harus berhenti berjuang?
Ketika mimpimu yang begitu indah
Tak pernah terwujud
Ya KEJARLAH…
Saat kau berlari mengejar anganmu
Dan tak pernah sampai
Ya KEJARLAH…